JOURNEY TO FINANCIAL FREEDOM #2
Memang setiap perjalanan ada suka-dukanya maupun kisah-kisah menarik yang bisa dibagikan untuk jadi inspirasi bagi orang lain, termasuk kisah keluarga kecil saya yang menyewa jasa Financial Manager demi menuju kebebasan finansial. Supaya nggak ketinggalan, monggo dibaca dulu bagian pertama.
Selama 6 bulan terakhir ini, banyak suka-duka yang saya dan suami lewati demi mencapai kebebasan finansial. Kebebasan finansial tuh apa sih?
Kebebasan dimana seseorang nggak takut lagi dengan krisis finansial yang bisa membuatnya miskin. Gampangnya, nggak mikirin duit melulu tiap saat. Kalau setiap malam kamu mikirin kapan duit dari proyek A dan B turun atau kalau hamil terus mau resign dari kantor dan takut nggak punya uang, artinya (bisa dibilang) kamu belum bebas secara finansial.
Awalnya suami yang menyarankan agar keluarga kami menyewa jasa Financial Manager, alasannya karena saya dan suami benci banget sama urusan uang yang kadang belibet banget bikin pusing tujuh keliling sampai kadang bikin stres dan susah tidur. Plus, kami suka banget shopping dan mengoleksi sesuatu jadi kadang-kadang uang kami ‘hilang’ begitu saja di pusat perbelanjaan.
Selama 6 bulan di bawah bimbingan Financial Manager bisa dibilang hidup kami bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Setiap bulan kami hanya punya porsi secukupnya untuk hidup, hampir seluruh pendapatan kami ditabung dan dijadikan investasi. Kasarnya, kalau udah biasa makan nasi sepiring setiap hari terus dipaksa diet karbo – NAH KAYAK GITU RASANYA! Oke, saya akan sharing apa aja yang saya pelajari selama 6 bulan menyewa jasa Financial Manager.
1. ZAKAT DAN AMAL ITU NOMOR SATU!
Ini yang sering kelupaan sebelum saya menyewa jasa Financial Manager. Sekarang saya paling rajin bayar zakat dan amal setiap baru gajian. Alhamdulillah, rejeki malah datang terus!
2. KEBUTUHAN VERSUS KEINGINAN
Bagian paling sulit adalah membedakan mana yang benar-benar jadi kebutuhan, mana yang hanya ‘pengen-pengen doang’ sama yang jadi korban ‘lapar mata’. SUSAH BANGET! Faktanya adalah.. Saya dan suami hanya punya jatah operasional masing-masing sebesar IDR 1.700.000,- per bulan, termasuk pulsa telfon. Kaget nggak? Setiap saya cerita ke teman-teman saya, mukanya langsung shock hahaha. Sejujurnya jatah operasional segitu tuh cukup banget untuk hidup di Jakarta, apalagi saya dan suami kan lebih banyak kerja dari rumah.
Jatah operasional kami pakai untuk bayar taksi, bayar parkir, beli kopi atau makan saat meeting di luar rumah. Untuk jatah belanja bulanan dan shopping (skincare, baju, makeup) juga sudah ada porsinya, tapi nggak banyak. Jadi saya kalau mau beli apa-apa sekarang mikir banget, dan nggak gampang tergoda sama hal-hal yang bukan prioritas saya. Setelah 6 bulan, saya dan suami sadar bahwa kami sering jajan nggak penting seperti beli cemilan saat mau pulang dari mall, beli majalah, beli baju walaupun di rumah masih ada baju baru yang belum dipakai, beli ina itu yang akhirnya di rumah cuma tergeletak begitu saja. Jadi kalau cuma ‘pengen’ doang, kami nggak memprioritaskan hal tersebut.
3. INCOME BERTAMBAH, NGGAK BERARTI GAYA HIDUP JUGA BERTAMBAH
Masalah yang paling sering ditemui ya gini deh, pendapatan bertambah artinya gaya hidup juga berubah atau bertambah. Hal seperti ini sudah diutarakan dalam teori Parkinson, “Pengeluaran meningkat sesuai dengan penghasilan.” Artinya sejalan dengan meningkatnya penghasilan, maka pengeluaran Anda pun akan meningkat. Ini akan berlangsung, terlepas dari berapa besarnya pun penghasilan Anda. Dengan berjalannya waktu, Anda akan membangun kebiasaan untuk membelanjakan berapapun penghasilan Anda.” (Sumber: 101 Bisnis Online Paling Laris)
Sekarang saya dan suami lebih menyesuaikan dengan kebutuhan kami dibanding keinginan kami. Kami punya rekening Liburan khusus, jadi kalau saat berlibur keluar kota ya kami bisa sedikit lebih ‘lepas’ tapi tetap nggak menghambur-hamburkan uang. Tujuannya tetap sama, yaitu disiplin demi mencapai kebebasan finansial.
4. JADIKAN SEBAGAI KEBIASAAN ATAU HABIT
Sama seperti kebiasaan makan sehat, kebiasaan merawat kulit #teteup, hingga kebiasaan bangun pagi – kalau sudah terbiasa, semuanya pasti akan jauh lebih mudah. Disiplin menabung dan disiplin dengan prioritas membuat kita lama kelamaan akan terbiasa dengan itu semua. Jadi nggak usah dipikirin susahnya sekarang, lama-lama pasti terbiasa dan akhirnya jadi nyantai aja ngejalaninnya.
5. TANTANGAN SELALU ADA, TAPI KAMI JADI LEBIH KREATIF!
Dengan setiap jatah bulanan pada pos-pos pengeluaran dan tabungan yang kami miliki, kami malah merasa ditantang lebih kreatif. Contohnya, jadi masak di rumah dan mencoba resep-resep baru. Suami juga sempat mendaur ulang bahan-bahan yang tidak terpakai untuk digunakan sebagai media untuk melukis. Lagi nggak ada baju baru, tapi nggak punya budget untuk shopping? Saya dan suami memilih mencoba mix and match koleksi pakaian kami, seru banget!
Banyak bertanya sebenarnya jasa Financial Manager atau Financial Planner itu perlu atau nggak? Kalau itu sih, balik lagi ke kebutuhan dan kemampuan masing-masing. Kalau kamu ngerasa pintar mengelola uang, go on! Tapi kalau kamu ngerasa kurang pintar dan ngerasa nggak ada waktu untuk mikirin semua kerempongan ini, cusss deh coba sewa jasa financial planner.
Nanti kalau ada tips-tips lainnya yang saya ingat, saya akan menambahkannya lagi di artikel ini. Semoga sharing ini berguna dan tetap semangat menuju kebebasan finansial! Thanks for reading!
Read more: Time Management Tips for Work-at-Home Moms
Selama 6 bulan terakhir ini, banyak suka-duka yang saya dan suami lewati demi mencapai kebebasan finansial. Kebebasan finansial tuh apa sih?
Kebebasan dimana seseorang nggak takut lagi dengan krisis finansial yang bisa membuatnya miskin. Gampangnya, nggak mikirin duit melulu tiap saat. Kalau setiap malam kamu mikirin kapan duit dari proyek A dan B turun atau kalau hamil terus mau resign dari kantor dan takut nggak punya uang, artinya (bisa dibilang) kamu belum bebas secara finansial.
Awalnya suami yang menyarankan agar keluarga kami menyewa jasa Financial Manager, alasannya karena saya dan suami benci banget sama urusan uang yang kadang belibet banget bikin pusing tujuh keliling sampai kadang bikin stres dan susah tidur. Plus, kami suka banget shopping dan mengoleksi sesuatu jadi kadang-kadang uang kami ‘hilang’ begitu saja di pusat perbelanjaan.
Selama 6 bulan di bawah bimbingan Financial Manager bisa dibilang hidup kami bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Setiap bulan kami hanya punya porsi secukupnya untuk hidup, hampir seluruh pendapatan kami ditabung dan dijadikan investasi. Kasarnya, kalau udah biasa makan nasi sepiring setiap hari terus dipaksa diet karbo – NAH KAYAK GITU RASANYA! Oke, saya akan sharing apa aja yang saya pelajari selama 6 bulan menyewa jasa Financial Manager.
1. ZAKAT DAN AMAL ITU NOMOR SATU!
Ini yang sering kelupaan sebelum saya menyewa jasa Financial Manager. Sekarang saya paling rajin bayar zakat dan amal setiap baru gajian. Alhamdulillah, rejeki malah datang terus!
2. KEBUTUHAN VERSUS KEINGINAN
Bagian paling sulit adalah membedakan mana yang benar-benar jadi kebutuhan, mana yang hanya ‘pengen-pengen doang’ sama yang jadi korban ‘lapar mata’. SUSAH BANGET! Faktanya adalah.. Saya dan suami hanya punya jatah operasional masing-masing sebesar IDR 1.700.000,- per bulan, termasuk pulsa telfon. Kaget nggak? Setiap saya cerita ke teman-teman saya, mukanya langsung shock hahaha. Sejujurnya jatah operasional segitu tuh cukup banget untuk hidup di Jakarta, apalagi saya dan suami kan lebih banyak kerja dari rumah.
Jatah operasional kami pakai untuk bayar taksi, bayar parkir, beli kopi atau makan saat meeting di luar rumah. Untuk jatah belanja bulanan dan shopping (skincare, baju, makeup) juga sudah ada porsinya, tapi nggak banyak. Jadi saya kalau mau beli apa-apa sekarang mikir banget, dan nggak gampang tergoda sama hal-hal yang bukan prioritas saya. Setelah 6 bulan, saya dan suami sadar bahwa kami sering jajan nggak penting seperti beli cemilan saat mau pulang dari mall, beli majalah, beli baju walaupun di rumah masih ada baju baru yang belum dipakai, beli ina itu yang akhirnya di rumah cuma tergeletak begitu saja. Jadi kalau cuma ‘pengen’ doang, kami nggak memprioritaskan hal tersebut.
Kalau lihat foto ini pasti jadi makin semangat nabung untuk masa depan Aura Suri. |
3. INCOME BERTAMBAH, NGGAK BERARTI GAYA HIDUP JUGA BERTAMBAH
Masalah yang paling sering ditemui ya gini deh, pendapatan bertambah artinya gaya hidup juga berubah atau bertambah. Hal seperti ini sudah diutarakan dalam teori Parkinson, “Pengeluaran meningkat sesuai dengan penghasilan.” Artinya sejalan dengan meningkatnya penghasilan, maka pengeluaran Anda pun akan meningkat. Ini akan berlangsung, terlepas dari berapa besarnya pun penghasilan Anda. Dengan berjalannya waktu, Anda akan membangun kebiasaan untuk membelanjakan berapapun penghasilan Anda.” (Sumber: 101 Bisnis Online Paling Laris)
Sekarang saya dan suami lebih menyesuaikan dengan kebutuhan kami dibanding keinginan kami. Kami punya rekening Liburan khusus, jadi kalau saat berlibur keluar kota ya kami bisa sedikit lebih ‘lepas’ tapi tetap nggak menghambur-hamburkan uang. Tujuannya tetap sama, yaitu disiplin demi mencapai kebebasan finansial.
4. JADIKAN SEBAGAI KEBIASAAN ATAU HABIT
Sama seperti kebiasaan makan sehat, kebiasaan merawat kulit #teteup, hingga kebiasaan bangun pagi – kalau sudah terbiasa, semuanya pasti akan jauh lebih mudah. Disiplin menabung dan disiplin dengan prioritas membuat kita lama kelamaan akan terbiasa dengan itu semua. Jadi nggak usah dipikirin susahnya sekarang, lama-lama pasti terbiasa dan akhirnya jadi nyantai aja ngejalaninnya.
5. TANTANGAN SELALU ADA, TAPI KAMI JADI LEBIH KREATIF!
Dengan setiap jatah bulanan pada pos-pos pengeluaran dan tabungan yang kami miliki, kami malah merasa ditantang lebih kreatif. Contohnya, jadi masak di rumah dan mencoba resep-resep baru. Suami juga sempat mendaur ulang bahan-bahan yang tidak terpakai untuk digunakan sebagai media untuk melukis. Lagi nggak ada baju baru, tapi nggak punya budget untuk shopping? Saya dan suami memilih mencoba mix and match koleksi pakaian kami, seru banget!
***
- Disiplin dan tekad yang bulat! Karena susah banget buat irit-irit dan menjauhi godaan lifestyle apalagi buat yang tinggal di kota besar seperti di Jakarta. Apa-apa serba gampang dan serba ada, ya kan? Jadi balik lagi, harus disiplin dan punya tekad yang bulat demi mencapai kebebasan finansial.
- Saya dan suami selalu menggaji diri kami sendiri setiap awal bulan, tepatnya tanggal 1. Semua pendapatan yang kami dapat dalam sebulan, kami kumpulkan dan pada akhir bulan baru deh dihitung sesuai dengan porsi dan jatah masing-masing. Hal kedua yang terpenting setelah membayar zakat adalah menabung untuk pos rekening Dana Darurat, Tabungan Jangka Panjang dan Jangka Pendek lalu setelahnya membayar hutang/cicilan (termasuk kartu kredit).
- Sangat penting untuk memiliki pos Rekening Dana Darurat untuk hidup selama 12 bulan. Saya pernah bahas di sini.
- Untuk pos rekening Hiburan bukan jadi prioritas kami. Jadi kalau kami lagi bokek, ya kami nggak bisa menyisihkan pendapatkan kami untuk pos rekening Hiburan. Artinya, kadang-kadang kami nggak bisa pergi nonton atau pergi keluar makan di restoran saat akhir pekan. Kedengarannya miris atau menakutkan? Sejujurnya, nggak segitunya kok. Kami lebih menghargai hal-hal seperti berkunjung ke rumah orang tua, masak di rumah, delivery makanan (sumpah yang punya GoJek dan supir-supir GoJek pasti masuk surga), jalan-jalan sore ke taman, mengunjungi museum dan art gallery, belanja di pasar, dan masih banyak lagi.
- Semua yang kami butuhkan selalu masuk dalam perencanaan, lalu kami nyicil nabung dan dimasukkan ke pos Tabungan Jangka Pendek. Misalnya mau beli high chair dan car seat untuk anak, mau liburan dan check up ke Penang, semuanya masuk ke pos Tabungan Jangka Pendek. Beda sama dulu, kalau kami ada pendapatan lebih langsung dibelanjain hehehe.
- Untuk budget beli skincare, makeup, ke salon, sudah ada jatahnya per bulan. Walaupun bukan prioritas saya, saya mau menghibur diri sendiri dong hehe. Kalau kadang-kadang mau beli yang melebihi budget, biasanya saya menabung dulu selama 1-2 bulan.
- Belanja bulanan (kecuali bahan makanan yang fresh seperti daging dan buah) selalu dilakukan via online di awal bulan. Selain menghindari lapar mata, kami menghemat waktu belanja yang kalau dihitung-hitung juga menghemat biaya parkir dan transportasi.
- Kami juga lebih pandai membagi waktu untuk keluar rumah. Jadi biasanya saya dan suami selalu pergi barengan, kebetulan memang kami adalah orang tua yang lebih banyak bekerja dari rumah. Dengan pinter-pinter ngatur waktu meeting di luar rumah, jatohnya lebih ngirit banget plus bisa pergi keluar rumah sekeluarga.
- Ada saat-saatnya saya agak sedih karena jatah saya habis atau berkurang banyak dibandingan dulu. Ini yang saya bilang bagian dari 'duka', wajar aja sih soalnya dulu setiap habis gajian saya bisa langsung belanja-belanja hehehe. Biasanya kalau bad mood seperti ini menyerang, saya langsung mengalihkan pikiran ke hal lain. Setelah bad mood-nya hilang, saya malah ngerasa bahagia karena nggak tergoda dengan hal-hal yang sebetulnya nggak saya butuhkan.
***
Banyak bertanya sebenarnya jasa Financial Manager atau Financial Planner itu perlu atau nggak? Kalau itu sih, balik lagi ke kebutuhan dan kemampuan masing-masing. Kalau kamu ngerasa pintar mengelola uang, go on! Tapi kalau kamu ngerasa kurang pintar dan ngerasa nggak ada waktu untuk mikirin semua kerempongan ini, cusss deh coba sewa jasa financial planner.
Nanti kalau ada tips-tips lainnya yang saya ingat, saya akan menambahkannya lagi di artikel ini. Semoga sharing ini berguna dan tetap semangat menuju kebebasan finansial! Thanks for reading!
Read more: Time Management Tips for Work-at-Home Moms
Posting Komentar untuk "JOURNEY TO FINANCIAL FREEDOM #2"