Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

AURA SURI'S BIRTH STORY

 photo DSCF2862_zpsu5xow09b.jpgHello everyone! Akhirnya saya bisa curi-curi waktu untuk membuka laptop dan menulis lagi, karena sejak kehadiran malaikat kecil bernama Aura Suri hadir di dunia, saya mengurus Aura berdua dengan suami tanpa dibantu siapa-siapa. Kali ini saya akan berbagi cerita soal kondisi kehamilan saya sebelum persalinan, cerita persalinan hingga betapa beruntungnya saya karena Alam Semesta telah mempertemukan saya dengan dr. Handi Suryana.

Untuk yang mengikuti kisah saya mulai dari proses bayi tabung hingga kondisi kehamilan saya dari awal hingga akhir, pasti mengerti sekali bahwa saya harus menjalani operasi vertical c-section karena saya sudah pernah melakukan operasi laparotomy di Penang dengan dr. Devindran Muniandy. Gampangnya, laparotomy adalah prosedur medis dimana perut kita dibuka secara vertikal dan biasanya prosedur ini hanya dilakukan kalau keadaan darurat.

 photo DSCF2606_zpsfrwh9ame.jpg
Saya dan suami, enam hari sebelum persalinan.
Awalnya saya ingin sekali bisa melakukan persalinan normal, karena agak trauma dengan operasi laparotomy yang pernah saya jalankan. Singkat cerita, saya pendarahan hebat saat menjalani operasi laparotomy tahun lalu, kehilangan banyak darah dan baru bisa turun dari tempat tidur hari ketiga paska operasi. Intinya kondisi saya hampir kritis. HAMPIR kritis!

Dari trimester kedua, saya dan suami sudah bertekad utk melakukan persalinan normal. Dari mulai berenang, mengikuti kelas hypnobirthing, segala macam cara bonding hampir semuanya sudah kami lakukan. Tapi balik lagi, manusia hanya bisa berencana, Tuhan yang menentukan. Mulai dari usia kehamilan ke 32 minggu, posisi bayi kami sungsang dan terlilit tali pusat sebanyak dua kali. Kami gak menyerah begitu saja, kami melakukan berbagai usaha agar bayi kami kembali ke posisi normal.

Obgyn kami, dr. Handi Suryana, menyarankan kami untuk menjalani operasi c-section karena posisi bayi kami yang tak kunjung ‘normal’. Awalnya saya ketakutan, sempat menangis ketika curhat dengan suami betapa takutnya saya menghadapi operasi lagi. Berkat hypnobirthing yang kami pelajari dan praktekkan setiap malam, kami jauh lebih kuat, pasrah dan positif dengan persalinan tersebut. Kami semakin percaya bahwa anak kami ‘memilih’ jalannya sendiri.

Tepat di hari ulang tahun perkawinan kami yang ketiga, mendadak dr. Handi memberitahu kami untuk mempercepat tanggal persalinan kami. dr. Handi menyarankan agar persalinan kami dimajukan sekitar tanggal 23 Juni 2015. Saat itu usia kandungan saya memasuki minggu ke 36.

“Andra, operasi kamu harus dipercepat.” 

Tanpa menengok ke suami, saya spontan langsung ngomong, “Nah itu dia dok. Baru saya mau ngomong. Minggu depan aja ya dok, hari Kamis.”

Abenk langsung ekspresinya agak kaget sambil tertawa kecil, “Waduh kok saya baru panik sekarang ya.”

“Aku udah gak tahan banget nih, kamis depan aja deh operasinya.”

Dr. Handi langsung mencatat tanggal persalinan kami di ponselnya, lalu tidak lama saya diperiksa USG. Kondisi bayi kami saat itu tetap sungsang, satu lilitan tali pusatnya berhasil ia lepaskan, tapi satu lilitan yang masih menempel kondisinya agak mencekik. Lalu plasenta saya sudah mulai pengapuran Grade 2. Setelah selesai konsultasi, saya langsung cek darah di laboratorium, lalu saya diminta untuk rekam jantung di kamar bersalin. Seselesainya, kami langsung menuju administrasi untuk booking kamar. Hari itu saya pulang dengan perasaan lega sekali, walaupun Abenk masih agak kaget-kaget hahaha. Saya bilang, “Ini hadiah anniversary kita yang paling priceless. Yaitu menentukan tanggal persalinan untuk Aura.”

Read more: When Life Gives You Lemons, Make Lemonade! 

 photo DSCF2915_zps8272kdfb.jpg

THE DAY 

Cerita persalinan saya sebenarnya tidak seseru dengan perjuangan saya mendapatkan buah hati. Atau mungkin (akhirnya) saya terlalu santai menghadapi operasi?

Beberapa malam sebelum persalinan, saya mengalami heartburn yang luar biasa sampai ngga bisa tidur semalaman. Akhirnya bisa tidur kalau di sofa, itu juga ngga nyenyak tidurnya.

Semalam sebelum operasi, saya merasakan kontraksi. Antara mules sama kram perut, tapi sakit banget sampai saya menangis kesakitan. Belum lagi karena posisi bayi kami yang sungsang, kaki-kaki kecilnya menendang dan menekan bagian pelvic setiap malam. Selama kontraksi saya mencoba mengatur nafas dan zikir, Abenk mencoba berkomunikasi dengan bayi kami sambil mengelus-elus perut saya. Akhirnya saya berhasil tertidur karena capek sendiri sama sakitnya hahaha.

Pagi itu adalah hari pertama bulan Ramadhan. Sebelum waktu sahur tiba, saya kebangun dan ngga bisa tidur lagi. Akhirnya saya sibuk siap-siap untuk persalinan nanti. Setelah sahur dan salat subuh, saya dan suami langsung memasukkan barang-barang kami ke mobil dan bergegas ke RS Pantai Indah Kapuk. Sesampainya di RS, saya langsung ke Kamar Bersalin untuk rekam jantung sedangkan suami pergi mengurus admin. Sekitar jam 7.50 pagi, saya langsung dibawa ke kamar operasi oleh suster. Sebelum masuk ruang operasi saya sempat pamit dengan suami saya, mohon doa agar semua lancar. Suami saya ngga bisa ikut nemenin persalinan karena di RS PIK bukan rumah sakit bersalin, tapi hal itu bukan suatu masalah bagi saya – karena selama ini saya tidak pernah ditemani suami karena alasan prosedur dari rumah sakit.

Hampir jam 8 pagi tapi saya gak liat tanda-tanda kehadiran dr. Handi – dan ternyata dr. Handi pagi itu agak telat datang. Sambil menunggu dr Handi saya ngobrol dengan dokter anastesi yang akan membius saya sebelum operasi. Dokter anastesi memberi tau bahwa saya akan dibius setengah badan dan suntikannya akan diberikan di tulang punggung dan agak sakit.

Sebelum masuk ke ruang operasi, saya menunggu sekitar 20 menit dan saat yang dinanti-nantikan akhirnya datang juga.

“Sus, bius!”

Suara dr. Handi bagai alarm, yang artinya ini saatnya saya masuk ruang operasi.

Semua berlangsung begitu cepat. Setelah saya disuntik di tulang punggung (yang ternyata gak sakit sama sekali), saya dibaringkan dan setelah itu semuanya terlihat samar-samar. Semua terjadi begitu cepat. Saya merasa operasi hanya berlangsung 10 menit saja. Selama operasi berlangsung saya berusaha untuk membuka mata tapi susah banget!

Yang saya ingat saat itu hanya ketika saya mendengar suara tangisan bayi, yang sempat saya kira bayi orang lain hahahaha. Ngga taunya ternyata suara tangisan Aura.

Saya sempat mencium Aura sebelum Aura dimandikan, dan gagal IMD (Inisiasi Menyusui Dini) karena tingkat kesadaran saya saat itu mungkin hanya 15% alias teler banget. Saya ingat saya sempat tersenyum karena lega akhirnya Aura sudah keluar dari dalam perut, dengan keadaan sehat dan selamat.

 photo DSCF2850_zpschfgvwls.jpg photo DSCF2847_zpskjqvoooi.jpg

Satu hal yang saya ingat lagi, saya mendengar dr. Handi menjahit perut saya sambil bersenandung. Lalu ntah bagaimana, saya bertanya, “Dok, dokter pernah nonton Interstellar gak?” (sumpah gak ngerti kenapa saya nanya begitu HAHAHA).

Intinya selama saya lagi high karena pengaruh obat penenang, saya merasa sedang berada dalam film Interstellar :D

Sampai di kamar, saya langsung diminta untuk belajar menyusui Aura. Saat itu saya melihat malaikat kecil dengan rambut hitam pekat sedang dalam pelukan saya. Tapi ntah mengapa saya dan suami ngga merasakan suasana haru di hari pertama kehadiran Aura. Saya ngga menangis terharu, suami pun begitu. Ternyata setelah ditelaah, pagi itu rasanya riweh banget karena kedua orang tua kami ikut heboh begitu melihat Aura – sehingga momen intimate yang selalu kami bayangkan itu sama sekali tidak terjadi dalam kehidupan nyata.

Malam kedua di rumah sakit, saya baru menangis terharu di pelukan suami saya ketika melihat Aura menyusu di pelukan saya. Rasa haru tak terbendung ketika akhirnya kami sadar bahwa Aura sudah tiba ke dunia dengan sehat sempurna, dibantu oleh orang-orang yang telah dikirimkan oleh Alam Semesta untuk melengkapi kisah perjalanan kami.

Walaupun tubuhnya mungil, Aura berhasil ikut berjuang bersama kami sejak pertama kali dititipkan oleh Tuhan dalam rahim saya.

Kami percaya.. Suatu saat, Aura akan tumbuh menjadi pribadi yang kuat, menyenangkan, tidak mudah menyerah dan menjadi seseorang yang penuh rasa cinta. Aura adalah buah cinta kami. Buah perjuangan kami selama bertahun-tahun melewati berbagai macam cobaan. Betapa besar cinta Tuhan kepada kami, hingga akhirnya mempercayakan kami untuk menjadi orang tua.

Kami tak habis-habisnya bersyukur pada Tuhan yang telah menitipkan kami Aura ke dalam kehidupan kami dan melengkapi keluarga kecil kami yang bahagia.

This is the end of our TTC journey part one. Thank you, Universe.


 photo x-andra4_zps7f1083c1.jpg

Posting Komentar untuk "AURA SURI'S BIRTH STORY"